Artikel Dengan Judul "MENGUJI BENTUK LEGALISASI DI DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL STUDI KASUS: THE MOON TREATY (TRAKTAT BULAN) 1979"
MENGUJI
BENTUK LEGALISASI
DI
DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL
STUDI
KASUS:
THE MOON TREATY (TRAKTAT BULAN) 1979
Muhammad Reyhan Alamsyah
alamsyah.muhammad.r@gmail.com[1]
ABSTRAK
Bulan
merupakan salah satu satelit yang paling penting di dalam kehidupan manusia
yang mana bulan adalah satelit yang terbentuk secara asli dan alami yang
dimiliki oleh bumi. Pertama kali bulan dikunjungi oleh manusia pada tanggal 20
Juli 1969. Orang yang pertama kali menginjakan bulan yang paling dikenal hingga
saat ini adalah Neil Amstrong. Bulan tidak hanya memiliki fungsi sebagai
satelit yang penting untuk kehidupan makhluk hidup di bumi, akan tetapi bulan
juga memiliki kandungan tambang dan mineral yang luar biasa di dalamnya. Akan
tetapi, dikarenakan kekhawatiran pengklaiman bulan secara utuh oleh suatu
negara dan juga selain itu untuk menghindari kekonflikan antar negara terkait
pengklaiman hak milik untuk mengeola bulan baik itu menggunakan metode okupasi
dan sebagainya atau dengan kata lain bulan diartikan sebagai planet yang
bersifat damai atau netral dimana hal tersebut bertepatan dengan asas dan
tujuan dari COPOUS maka diciptakanlah suatu perjanjian internasional yang
beterkaitan tentang masalah hukum antariksa internasional khususnya traktat
bulan pada tahun 1979. Comitee on Peceful
Uses of Outer Space atau COPOUS adalah suatu badan antariksa PBB untuk digunakan sebagai badan
perdamaian antariksa. Berdasarkan hal tersebut, tujuan dibuat artikel ini
adalah untuk menguji kefektivitasan legalisasi traktat bulan 1979 tersebut di
dalam konsep teori legalisasi hukum internasional.
Kata Kunci:
Traktat, COPOUS, legalisasi, hukum internasional.
Abstract
The moon is one of the
most important satellites in human life. The moon is a natural satellite owned
by the earth. The first time the moon was visited by humans was on July 20,
1969. The person who first stepped on the most known moon to date was Neil
Armstrong. The moon not only has a function as an important satellite in the
life of living things on earth, but the moon also has an extraordinary mineral
and mineral content in it. However, due to the concern of claiming the moon as
a whole by a country and also in addition to avoiding conflicts between
countries related to the claim of ownership rights to manage the moon or in
other words the moon is defined as a peaceful or neutral planet where it
coincides with the principles and objectives of COPOUS then created an
international agreement relating to the issue of international space law,
especially the moon treaty in 1979. The Committee on Peceful Uses of Outer
Space or COPOUS is a UN space agency to be used as a space peace agency. Based
on this, the purpose of this article is to examine the effectiveness of the
legalization of the treaty of the month in the concept of the theory of
legalization of international law.
Key
Words: Treaty, COPOUS, legalization, international law.
Pendahuluan
Bulan merupakan suatu satelit
yang bisa dikatakan bersifat alami yang dimiliki oleh bumi. Banyak sekali
manfaat yang dihasilkan dari bulan ini kepada makhluk hidup di bumi seperti
menyinari makhluk hidup dengan memantulkan cahaya yang diperoleh dari matahari
dari gelapnya malam hari, sebagai suatu satelit yang dapat digunakan dalam menentukan
kalender atau hari yang biasanya seperti menentukan bulan Ramadhan dan
sebagainya, kemudian memberikan efek terhadap pasang surut air laut, dan masih
banyak lagi manfaat yang dihasilkan oleh bulan.[2]
Orang
yang pertama kali menginjakan bulan adalah Neil Amstrong, dirinya merupakan
astronot yang berasal dari Amerika Serikat yang ditugaskan untuk mengunjungi
bulan dan meneliti bulan lebih jauh dengan ditemani oleh beberapa rekannya
yaitu Michael Collins dan Edwin Buzz Aldrin.[3] Meskipun
banyak pihak yang meng”aminkan” bahwa mereka adalah pihak-pihak yang terlibat
pada misi pendaratan pertama kali di bulan tersebut, akan tetapi ada juga pihak
yang justru bertentatangan akan catatan sejarah tersebut. Ada beberapa pihak
yang justru menolak sejarah tersebut dan beranggapan bahwa telah terjadinya
konspirasi terkait sejarah tentang orang yang pertama kali berhasil mengunjungi
bulan.[4]
Selain
manfaat alamiah yang diberikan atau dihasilkan oleh satelit bumi tersebut,
bulan juga memiliki kandungan sumber
daya alam yang amat sangat banyak.
Contoh sumber daya alam yang dihasilkan atau yang dapat diperoleh di
bulan seperti misalnya emas, logam, tanah jarang, helium-3, platinum dan air.[5]
Oleh karena kandungan sumber daya alam yang dimiliki oleh bulan tersebut amat
sangat melimpah ruah, bulan ditargetkan atau diincar oleh beberapa negara untuk
sebagai destinasi atau tujuan sarana “pengeraup keuntungan” mereka atau sebagai
cadangan penghasil keuangan ketika cadangan sumber daya alam di bumi telah
kurang atau bahkan habis jumlahnya sehingga tidak bisa dikelola lagi. Oleh
karena itu banyak investor dari tiap-tiap negara untuk membujuk negaranya untuk
mengambil langkah perizinan melakukan eksploitasi sumber daya alam yang ada di
bulan.[6]
Demi
mencegah terjadinya pengklaiman sepihak oleh negara-negara di dunia baik itu
secara okupasi dan sebagainya terhadap benda-benda yang ada di antariksa maka
dengan itu pada tahun 1979 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuat suatu
perjanjian internasional tentang kegiatan negara baik itu di bulan maupun di
bagian antariksa lainnya dimana hakikat atau dasar dari benda yang ada di
antariksa itu memiliki arti untuk digunakan secara damai.[7]
Oleh
karena itu diciptakanlah suatu perjanjian internasional yang telah diratifikasi
oleh beberapa negara untuk menegakkan hukum internasional di dalam perjanjian
tersebut. Berdasarkan itu, di dalam artikel ilmiah ini akan dianalis terkait
bentuk legalisasi hukum internasional tersebut yakni tentang Hukum
Internasional Tentang Antariksa, terkusus tentang Traktat Bulan 1979.
METODE PENELITIAN
Argumentasi serta data yang dipaparkan pada
artikel ini menggunakan metode studi kualitatif, yakni dengan menggunakan
berbagai sumber yang ada misalnya melalui jurnal, buku daring, artikel dan
masih banyak sumber lainnya yang berhubungan dengan pembahasan pada artikel ini
khususnya pada pembahasan mengukur ataupun menguji bentuk legalisasi di dalam
perjanjian internasional pada studi kasus Traktar Bulan 1979.
Tujuan utama penggunaan metode studi atau
pengambilan data pada artikel ini secara kualitatif adalah agar pembaca dapat
dengan jelas mengakses data dan juga argumentasi yang dipaparkan secara mudah,
murah, dan efisien dan tentunya sesuai fakta yang ada karena kemudahan akses
informasi yang tidak terbatas di era teknologi tepatnya revolusi Industri 4.0.
Pada
artikel ini akan dipaparkan analisis terkait pengujian legalisasi hukum
internasional atau perjanjian internasional tentang antariksa terkhusus Traktat
Bulan 1979.
PEMBAHASAN
Di dalam
perjanjian internasional yang melibatkan unsur hukum internasional di dalamnya,
terdapat bentuk legalisasi hukum internasional tersebut. Berdasarkan fakta di
lapangan, banyak yang memiliki pandangan bahwasanya hukum internasional itu
tidak memiliki aturan dan sanksi-sanksi yang kuat perihal penegakkan hukum
internasional di dalam pengaplikasiannya sehari-hari bila dibandingkan hukum
nasional yang memiliki aturan dan sanksi-sanksi yang tegas dalam metode
pengaplikasiannya.
Menurut
anggapan di dalam teori legalisasi hukum internasional, yang mempengaruhi
kebijakan atau keefektifan dari hukum internasional itu sendiri dari dua
faktor. Faktor yang membuat pengaruh terhadap hukum internasional itu sendiri adalah
hukum dan politik.[8]
Menurut
beberapa tanggapan perihal pandangannya terhadap hukum Internasional yang
dianggap bukanlah suatu produk hukum yang nyata mengingat pada beberapa
kejadian yang terjadi pada konteks atau cakupan internasional justru hukum
internasional tidak terlibat dalam proses penegakkannya yang seolah-olah lebih
mengedepankan aturan-aturan kepentingan dari negara yang terlibat di dalam
pembuatan aturan tersebut. Sebut saja contohnya misalnya masalah hukum
internasional sebagai konflik ekonomi antara pihak negara yang berkembang dan
juga negara maju dimana ada beberapa kasus yang lebih menguntungkan negara maju
yang secara aspek teknologi, pendidikan, modal dan lain sebagainya yang secara
mutlak unggul dan dimiliki oleh negara maju dibandingkan negara yang
berkembang.[9]
Dalam konteks hukum
internasional, konsep aturan dasar dari legalisasi hukum internasional ini
dinilai sebagi suatu sistem politik yang mana hal tersebut identik dengan
kepentingan akan tetapi dibungkus dengan syarat atau aturan-aturan yang
sifatnya seharusnya mengikat bagi pihak yang terlibat dalam proses
pembuatannya.[10]
Konsep
dasar dari legalisasi di dalam hukum internasional memiliki 3 aturan yang
mendasar atau harus memenuhi unsur kewajiban di dalamnya seperti adanya kewajiban
(obligation), delegasi (delegation), dan ketepatan (precision).[11]
Dari 3 konsep atau kewajiban mendasar di dalam unsur-unsur kewajiban hukum
internasional tersebut dapat dinilai apakah produk hukum internasional tersebut
dapat dinilai lebih dominan antara aturan dari hukum internasional itu sendiri,
atau ada unsur kepentingan di dalamnya dimana dari 2 hal tersebut teciptanya
suatu konsep dasar hukum yaitu hukum lunak (soft
law) dan juga hukum keras/ketat (hard
law).
Pembagian
Di Dalam Konsep Legalisasi Pada Hukum Internasional
Seperti pada pembahasan
yang telah dijelaskan sebelumnya, hukum internasional mempunyai aturan ataupun
unsur yang bersifat mendasar di dalam perjanjian internasional. Legalisasi
digunakan sebagai cara untuk mempertimbangkan bentuk atau sifat dari perjanjian
internasional.[12]
Sebagai analogi sederhana, konsep legalisasi ini adalah sebagai suatu cara atau
upaya yang berfungsi dalam pembentukan sarana dalam hukum internasional yang
sifatnya sebagai perwakilan dalam bentuk institutionalisasi (resmi), yang
bertindak sebagai pihak yang terlibat di dalam proses pembuatan hukum
internasional maupun sebagai tugas yang diberikan wewenang untuk mengawasi
pelaksanaan hukum internasional itu sendiri.[13]
Dari hal
tersebut, terbagilah menjadi 3 bagian dasar (seperti di penjelasan sebelumnya)
yang mana pada bagian ini akan dijelaskan melalui metode deskripsi. Adapun 3
aturan atau sifat yang menentukan keketatan hukum internasional terbagi ke
dalam 3 bagian, yakni:[14]
a.
Obligation
(Kewajiban)
Pada
bagian ini di dalam perjanjian internasional terdapat suatu produk hukum
internasional dimana salah satu karakteristiknya yaitu terdapat kewajiban
berupa sekumpulan aturan yang tugasnya mengikat tingkah laku maupun tindakan
aktor atau subjek yang terlibat di dalam hukum internasional.
b.
Delegation
(Pendelegasian)
Dalam
hal proses pembuatan perjanjian internasional tersebut, diperlukan pihak-pihak
yang ditugas untuk membuat aturan-aturan bisa berupa bentuk negosiasi dalam
proses pembentukan hukum atau kesepakatan dengan pihak lain ataupun pihak yang
mengawasi proses pelaksanaan hukum internasional kepada yang terlibat pada
proses pembuatan kesepakatan.
c.
Precision
(Presisi/ketepatan)
Dalam konsep presisi
ini atau ketepatan dimaksudkan pada unsur hukum internasional ini tidak
menggandung multi interpretasi dalam mendefinisikan aturan tersebut yang
mengakibatkan sifat atau bentuk tersebut bersifat ambigu
atau ketidakjelasan. Dimana dengan kata lain, pada
salah satu contoh sifat dari hukum internasional itu bersifat jelas dan tidak
ambigu.
Konsep
pengelompokan suatu aturan di dalam hukum internasional yang sifat hukumnya
rendah (soft legalisation) memiliki
sifat atau aspek-aspek seperti apabila ketiga unsur tersebut tidak ada atau
aspek-aspeknya rendah maka dikategorikan sebagai bentuk produk hukum
internasional yang sifat hukumnya rendah sedangkan jika memiliki beberapa unsur
(ketiganya) atau mungkin beberapa unsur atau aspek yang tinggi atau dominan
seperti obligasi dan delegasinya tinggi maka sifat dari hukum internasional
tersebut hard legalisation (hukum
yang bersifat keras/ketat).[15]
Analisis
Bentuk Legalisasi Hukum Internasional Dalam Kasus Traktat Bulan (The Moon Treaty 1979)
Akhir-akhir ini isu
untuk melakukan pertambangan oleh Amerika Serikat mulai menyeruak di permukaan.
Alasan utamanya adalah untuk menjadikan bulan sebagai “SPBU” luar angkasa[16]
yang tugasnya sebagai tempat penyedia bahan bakar bagi roket-roket atau pesawat
luar angkasa yang ingin melakukan penjelajahan di antarksa. Hal ini dikuatkan
dengan perintah dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump untuk segera
melaksanakan pertambangan di bulan dikarenakan bulan memiliki bahan tambang dan
mineral yang amat sangat luar biasa jumlahnya. Dalam konteks ini, Amerika
Serikat bersikeras bahwasanya Amerika Serikat tidak pernah menyetujui atau
meratifikasi Perjanjian Bulan (The Moon
Treaty 1979).[17]
Konsep perjanjian bulan (The Moon Treaty) ini berhubungan erat dengan traktat
antariksa 1967.
Oleh
karena itu, tujuan artikel ini ingin menentukan karakteristik jenis hukum
internasional dalam kasus traktat bulan 1979. Ada unsur-unsur yang dapat
dijadikan sebagai indikator dalam penentuan bentuk legalisasi hukum ini apakah
bersifat hard law maupun soft law.
a.
Obligasi Traktat Bulan
Di
dalam suatu bentuk atau karakteristik di dalam hukum internasional dimana pada
konteks hukum itu terdapat suatu kewajiban yang harus dilakukan atau ditaati
bagi para aktor atau subjek di dalam perjanjian tersebut bagi yang telah
meratifikasi perjanjian internasional tersebut.
Banyak
ahli yang menilai kewajiban atau aturan yang ada di perjanjian bulan dinilai
tidak perlu atau berlebihan, akan tetapi banyak juga pihak yang menyatakan
setuju dengan aturan-aturannya dengan alasan sebagai bahan pertimbangan untuk
kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. [18]
Dalam
beberapa aturan yang menjelaskan tentang larangan penambangan bulan di luar
angkasa telah ada pada pasal 7 pada traktat bulan dimana bunyinya “Article 7 prohibits disruption of the
existing balance of the environment, and mandates taking precautions against
same, requiring the parties to inform the U.N. Secretary-General of what
precautions were taken prior to engaging in space activity”[19]
yang mana artinya adalah “pada pasal 7 melarang gangguan keseimbangan yang ada,
dan mandat mengambil tindakan pencegahan terhadap hal yang sama yang memberikan
ketentuan bahwasanya pihak yang ingin melakukan aktivitas luar angkasa terutama
dibulan harus meminta izin terlebih dahulu ke sekertaris umum United Nations atau mungkin lembaga yang
berhak di dalam perjanjian tersebut (dalam hal ini PBB). Selanjutya pada pasal 11 juga berbunyi “Article 11 provides that the Moon and its
natural resources are the "Common Heritage of Man," which cannot be
appropriated or owned, and also that all State Parties have exploration rights
on the Moon” yang mana memiliki arti Bulan dan sumber daya alamnya adalah
warisan bersama manusia, yang tidak dapat diambil atau dimiliki, dan juga bahwa
semua pihak negara memiliki hak untuk mengeksplorasi atas bulan. [20]
Dalam maksud pasal 11 ini jelas bahwasanya negara manapun dilarang untuk
melakukan pengambilan bahan tambang yang ada di bulan terkecuali dibentuk suatu
rezim internasional untuk mengeksploitasi bulan. Dalam konteks ini, bisa
dikategorikan bahwa hukum ini seharusnya
bersifat mengikat bagi negara yang terlibat bagi yang telah meratifikasi
perjanjian ini.
Menurut
pendapat oleh beberapa ahli Indonesia, perjanjian ini dinilai sarat kepentingan
pada pasal-pasal yang ada di dalamnya. Indonesia dalam konteks ini sebagai
negara berkembang merasakan ketertinggalannya di dalam hal teknologi untuk
mengeksplorasi serta mengeksploitasi bulan.[21]
Argumentasi dari penulis juga mengiyakan pendapat dari ahli tersebut dalam hal
ini untuk mengatakan bahwasanya kebijakan atau perjanjian internasional ini
sarat akan kepentingan bagi negara maju dan sebagai “batu sandungan” bagi
negara yang sedang berkembang. Pada perjanjian ini,beberapa negara berkembang
yang memiliki kemampuan teknologi yang masih sangat minim menyetujui traktat
ini dan meratifikasinya, namun berbeda halnya dengan negara besar yang memiliki
teknologi yang super canggih justru tidak menandatangani perjanjian ini seperti
Cina dan juga Amerika Serikat. Sebagai bukti baru-baru ini Amerika Serikat yang
tidak menandatangani perjanjian ini melalui Presiden mereka (Donald Trump)
justru ingin melakukan penambangan bulan dengan dalih mereka tidak
menandatangani perjanjian tersebut sehingga mereka tidak terikat dengan
aturan-aturan yang terlibat di dalam traktat bulan tersebut. Berdasarkan fakta
tersebut, dapat dilihat bahwasanya traktat bulan ini memiliki aturan yang jelas
akan tetapi tidak diimbangi dengan sanksi yang tegas pula.
b. Delegasi Traktat Bulan
Di
dalam konsep atau unsur pendelegasian pada traktat bulan dinilai tidak secara
eksplisit memamparkan tentang aturan ataupun kebijakan yang mengatur pihak
ketiga dalam ini bertugas sebagai utusan terkait pihak yang dilibatkan untuk
menjadi aktor dalam melakukan perundingan di dalam proses pembuatan perjanjian
internasional ataupun segala aturan yang diberikan untuk menerapkan ataupun
mengawasi kebijakan tersebut. Oleh karena itu, unsur pendelegasian pada traktat
bulan dinilai minim bahkan tidak jelas dalam penerapannya secara utuh maupun
parsial.
C.
Presisi Traktat Bulan
Dalam konteks presisi adalah suatu unsur
hukum internasional yang mana terdapat aturan di dalam perjanjian internasional
yang aturan tersebut tidak memunculkan interpretasi yang berbeda bagi pihak
yang melakukan persetujuan atau perundingan di dalamnya. Pada konteks
perjanjian atau traktat bulan ini, dinilai pasal-pasal atau aturan yang
terdapat di dalamnya dinilai tidak memiliki multi-pendefinisian sehingga dalam
hal ini jelas bahwasanya traktat bulan ini memenuhi unsur presisi di dalam
menentukan karakteristik atau bentuk hukum internasional. Pada pasal-pasal yang
terdapat pada traktat ini sangat jelas aturan bagi pihak yang menyetujui
perjanjian ini dimana negara yang menyetujuinya sepakat untuk tidak melakukan
penambangan ataupun melakukan aktivitas yang dampaknya dapat merusak lingkungan
yang ada di bulan terkecuali membentuk suatu rezim internasional
khusus untuk melalukan kegiatan eksploitasi terhadap bulan dan menjadikan bulan
sebagai objek perdamaian karena sifatnya yang bersifat netral atau tidak
dimiliki oleh suatu negara manapun.
Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil pada artikel ini bahwasanya bentuk legalisasi pada traktat
bulan ini merupakan legalisasi moderat
law mendekati hard law, karena
dalam hal ini memenuhi beberapa unsur atau karakteristik yang jelas tetapi
tidak dilengkapi dengan beberapa faktor seperti tidak adanya penghukuman untuk
negara yang melanggar aturan dan tidak terdapatnya pendelegasian yang jelas,
akan tetapi pada poin aturannya sudah sangat jelas dan tidak terjadi keambiguan
sehingga dapat dikategorikan sebagai legalisasi hukum yang bersifat moderat
mendekati hard law, meskipun ada
beberapa masalah atau isu yang menguntungkan bagi negara maju yang tidak melakukan
penandatanganan perjanjian ini yang memang dinilai perjanjian ini memiliki
latar belakang pembuatan yang mengandung intrik akan sarat kepentingan bagi
negara maju katakanlah seperti Amerika Serikat yang justru informasi terbaru
akan melakukan kegiatan pertambangan di bulan berbeda halnya dengan negara yang
berkembang yang “terlanjur” meratifikasi perjanjian internasional tersebut yang
memiliki teknologi yang terbatas dan bahkan tidak mampu untuk hanya sekadar mengeksplorasi
dan bahkan mengekspoloitasi ruang angkasa seperti misalnya melakukan
penambangan di bulan. Tapi walau bagaimanapun, traktar bulan ini merupakan
suatu produk hukum internasional yang secara teknis bersifat sah dan memiliki
kelegalan yang sah pula karena telah ditandatangani oleh beberapa negara yang
terlibat.[22]
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsalam, Husein. “Impian Menambang Bulan Dan
Asteroid.” tirto.id, 2018.
https://tirto.id/impian-menambang-bulan-dan-asteroid-cDe6%0A%0A.
Alfian, Heri. “HUKUM INTERNASIONAL: TEORI LEGALISASI BENTUK
LEGALISASI DAN EFEKTIFITAS HUKUM INTERNASIONAL STUDI KASUS LEGALISASI COMMON
EFFECTIVE PREFERENTIAL TARIFF.” alfianheri.blogspot.com, 2009.
http://alfianheri.blogspot.com/2009/11/bentuk-legalisasi-dan-efektifitas-hukum.html.
Anonim. “Ratifikasi Traktat Antariksa 1976 Bagaikan Buah
Simalakama.” hukumonline.com, 2002.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol5151/ratifikasi-traktat-antariksa-1976-bagaikan-buah-simalakama
Dehotman, Fasko. “Tahukah Anda Peran Bulan Bagi Bumi ?
Berikut Penjelasan Fungsinya.” Jabar.Tribunnews.Com. August 8, 2017.
https://jabar.tribunnews.com/2017/08/08/tahukah-anda-peran-bulan-bagi-bumi-berikut-penjelasan-fungsinya?page=2.
Fajrina, Hani Nur. “Mengenal Penjelajah Bulan Pertama Untuk
Misi Apollo 11 NASA.” uzone.id, 2019.
https://uzone.id/-Mengenal-Penjelajah-Bulan-Pertama-untuk-Misi-Apollo-11-NASA.
Firdausya, Ihfa. “Mengenang Jejak Manusia Pertama Di Bulan.”
mediaindonesia.com, 2019. https://mediaindonesia.com/read/detail/247449-mengenang-jejak-manusia-pertama-di-bulan.
Hananto, Akhyari. “Dan Akhirnya, Bulan Akan Ditambang.”
mongabay.co.id, 2020.
https://www.mongabay.co.id/2020/04/19/dan-akhirnya-bulan-akan-ditambang/.
Listner, Michael. “The Moon Treaty: Failed International Law
or Waiting in the Shadows?” thespacereview.com, 2011.
https://www.thespacereview.com/article/1954/1.
Mardianis. “‘HARD LAW’ DAN ‘SOFT LAW’ DALAM HUKUM
INTERNASIONAL.” studylibid.com, n.d.
https://studylibid.com/doc/382622/“hard-law”-dan-“soft-law”-dalam-hukum-internasional.
Mugasejati, Nanang Pamuji. “Konsep Legalisasi Dalam Politik
Kerjasama Internasional.” Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik 2010 (2006).
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=594970&val=8864&title=Konsep
Legalisasi dalam Politik Kerjasama Internasional.
Prihatna, Hermanus. “Donald Trump Tanda Tangani Perintah
Penambangan Bulan Di Tengah Pandemi COVID-19.” pikiran-rakyat.com, 2020. Donald
Trump Tanda Tangani Perintah Penambangan Bulan di Tengah Pandemi COVID-19.
Welianto, Ari. “Bulan, Satelit Alami Bumi.” Kompas.Com,
February 21, 2020.
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/21/140000169/bulan-satelit-alami-bumi?page=all.
Wilson, James R. “Regulation of the Outer Space Environment Through
International Accord: The 1979 Moon Treaty.” ir.lawnet.fordam.edu, 2011.
https://ir.lawnet.fordham.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1325&context=elr.
[1] Muhammad
Reyhan Alamsyah_Absensi 21_ Hukum Internasional A_Hubungan
Internasional_1901111662_ FISIP UNRI
[2]Jabar.tribunnews.com,
“Tahukah Anda Peran Bulan bagi Bumi ? Berikut Penjelasan Fungsinya”, Diakses
melalui, https://jabar.tribunnews.com/2017/08/08/tahukah-anda-peran-bulan-bagi-bumi-berikut-penjelasan-fungsinya?page=2,
Pada tanggal 15 April 2020 Pukul 22.26 WIB.
[3]
Mediaindonesia.com, “Mengenang Jejak Manusia Pertama di Bulan”, diakses melalui
https://mediaindonesia.com/read/detail/247449-mengenang-jejak-manusia-pertama-di-bulan,
Pada 15 April 2020 Pukul 22.46 WIB.
[4] bbc.com,
“Bulan: Bukti foto mematahkan teori konspirasi pendaratan Apollo 11, 50 tahun lalu”,
diakses melalui https://www.bbc.com/indonesia/majalah-49003536,
Pada tanggal 15 April 2020 Pukul 22.50
WIB
[5]
Tirto.id, “Impian Menambang Bulan dan Asteroid”, diakses melalui https://tirto.id/impian-menambang-bulan-dan-asteroid-cDe6,
pada tanggal 15 April 2020 Pukul 23.03 WIB
[6] Bbc.com,
Op.Cit
[7] Ibid.
[8]Anita
Afriani dalam neliti.com, “Analisis Bentuk Legalisasi Konvensi Jenewa 1949
Tentang Perlindungan Korban Dalam Konflik Bersenjata Internasional”, diakses
melalui ,https://www.neliti.com/publications/99423/analisis-bentuk-legalisasi-konvensi-jenewa-1949-tentang-perlindungan-korban-dala,
Pada Tanggal 16 April 2020 Pukul 08.36 WIB
[9]Hukumonline.com,
“ Hukum Internasional dalam Konflik Kepentingan Ekonomi (I)”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol4301/hukum-internasional-dalam-konflik-kepentingan-ekonomi--i/
diakses pada tanggal 16 April 2020 Pukul 09 47 WIB
[10]Nanang
Pamuji Mugasejati, “ Konsep Legalisasi dalam Politik Kerjasama Internasional”,
diakses melalui http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=594970&val=8864&title=Konsep%20Legalisasi%20dalam%20Politik%20Kerjasama%20Internasional,
Pada Tanggal 20 April 2020 Pukul 12.45
WIB.
[11] Ibid, h. 132.
[12] Anita
Afriani, Op.Cit, hlm, 4
[13] Ibid, 5
[14]Heri
Alfian, “Hukum Internasional: Teori Legalisasi Bentuk Legalisasi Dan
Efektifitas Hukum Internasional Studi Kasus Legalisasi Common Effective
Preferential Tariff” diakses melalui
http://alfianheri.blogspot.com/2009/11/bentuk-legalisasi-dan-efektifitas-hukum.html,
Pada Tanggal 20 April 2020 pukul 13.09 WIB
[15] Ibid
[16]Mongabay.co.id,
“ Dan Akhirnya, Bulan akan Ditambang”, https://www.mongabay.co.id/2020/04/19/dan-akhirnya-bulan-akan-ditambang/
Diakses Pada Tanggal 20 April 2020 Pukul 14.37 WIB
[17]
Pikiranrakyat.com, ‘Donald Trump Tanda Tangani Perintah Penambangan Bulan di
Tengah Pandemi COVID-19”, diakses melalui https://www.pikiran-rakyat.com/internasional/pr-01362601/donald-trump-tanda-tangani-perintah-penambangan-bulan-di-tengah-pandemi-covid-19?page=2,
hlm, 2, Pada Tanggal 20 April 2020 Pukul 14.41 WIB.
[18]
Ir.lawnet.fordham.edu, “Regulation of the Outer Space Environment Through international
Accord: The 1979 Moon Treaty” https://ir.lawnet.fordham.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1325&context=elr,
hlmn, 179, Pada Tanggal 20 April 2020 Pukul 15.20 WIB
[19] Ibid, hlm, 180
[20] Ibid, hlm,181
[21]Hukumonline.com,
“Ratifikasi Traktat Antariksa 1976 Bagaikan Buah Simalakama”, diakses melalui https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol5151/ratifikasi-traktat-antariksa-1976-bagaikan-buah-simalakama%20diakses%20pada%20tanggal%2018-10-2016,
Pada tanggal 20 April 2020 Pukul 15.55 WIB
[22]
Thespacereview, “The Moon Treaty: failed international law or waiting in the
shadows?“, Diakses melalui https://www.thespacereview.com/article/1954/1,
Pada Tanggal 20 April 2020 Pukul 17.07 WIB
Comments
Post a Comment