Artikel Dengan Judul "MENGUJI BENTUK LEGALISASI DI DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL STUDI KASUS: THE MOON TREATY (TRAKTAT BULAN) 1979"

MENGUJI BENTUK LEGALISASI

DI DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL

STUDI KASUS:

THE MOON TREATY (TRAKTAT BULAN) 1979

Muhammad Reyhan Alamsyah

alamsyah.muhammad.r@gmail.com[1]

ABSTRAK

Bulan merupakan salah satu satelit yang paling penting di dalam kehidupan manusia yang mana bulan adalah satelit yang terbentuk secara asli dan alami yang dimiliki oleh bumi. Pertama kali bulan dikunjungi oleh manusia pada tanggal 20 Juli 1969. Orang yang pertama kali menginjakan bulan yang paling dikenal hingga saat ini adalah Neil Amstrong. Bulan tidak hanya memiliki fungsi sebagai satelit yang penting untuk kehidupan makhluk hidup di bumi, akan tetapi bulan juga memiliki kandungan tambang dan mineral yang luar biasa di dalamnya. Akan tetapi, dikarenakan kekhawatiran pengklaiman bulan secara utuh oleh suatu negara dan juga selain itu untuk menghindari kekonflikan antar negara terkait pengklaiman hak milik untuk mengeola bulan baik itu menggunakan metode okupasi dan sebagainya atau dengan kata lain bulan diartikan sebagai planet yang bersifat damai atau netral dimana hal tersebut bertepatan dengan asas dan tujuan dari COPOUS maka diciptakanlah suatu perjanjian internasional yang beterkaitan tentang masalah hukum antariksa internasional khususnya traktat bulan pada tahun 1979. Comitee on Peceful Uses of Outer Space atau COPOUS adalah suatu badan antariksa PBB untuk digunakan sebagai badan perdamaian antariksa. Berdasarkan hal tersebut, tujuan dibuat artikel ini adalah untuk menguji kefektivitasan legalisasi traktat bulan 1979 tersebut di dalam konsep teori legalisasi hukum internasional.

Kata Kunci: Traktat, COPOUS, legalisasi, hukum internasional.

 

 

Abstract

The moon is one of the most important satellites in human life. The moon is a natural satellite owned by the earth. The first time the moon was visited by humans was on July 20, 1969. The person who first stepped on the most known moon to date was Neil Armstrong. The moon not only has a function as an important satellite in the life of living things on earth, but the moon also has an extraordinary mineral and mineral content in it. However, due to the concern of claiming the moon as a whole by a country and also in addition to avoiding conflicts between countries related to the claim of ownership rights to manage the moon or in other words the moon is defined as a peaceful or neutral planet where it coincides with the principles and objectives of COPOUS then created an international agreement relating to the issue of international space law, especially the moon treaty in 1979. The Committee on Peceful Uses of Outer Space or COPOUS is a UN space agency to be used as a space peace agency. Based on this, the purpose of this article is to examine the effectiveness of the legalization of the treaty of the month in the concept of the theory of legalization of international law.

Key Words: Treaty, COPOUS, legalization, international law.


Pendahuluan

       Bulan merupakan suatu satelit yang bisa dikatakan bersifat alami yang dimiliki oleh bumi. Banyak sekali manfaat yang dihasilkan dari bulan ini kepada makhluk hidup di bumi seperti menyinari makhluk hidup dengan memantulkan cahaya yang diperoleh dari matahari dari gelapnya malam hari, sebagai suatu satelit yang dapat digunakan dalam menentukan kalender atau hari yang biasanya seperti menentukan bulan Ramadhan dan sebagainya, kemudian memberikan efek terhadap pasang surut air laut, dan masih banyak lagi manfaat yang dihasilkan oleh bulan.[2]

       Orang yang pertama kali menginjakan bulan adalah Neil Amstrong, dirinya merupakan astronot yang berasal dari Amerika Serikat yang ditugaskan untuk mengunjungi bulan dan meneliti bulan lebih jauh dengan ditemani oleh beberapa rekannya yaitu Michael Collins dan Edwin Buzz Aldrin.[3] Meskipun banyak pihak yang meng”aminkan” bahwa mereka adalah pihak-pihak yang terlibat pada misi pendaratan pertama kali di bulan tersebut, akan tetapi ada juga pihak yang justru bertentatangan akan catatan sejarah tersebut. Ada beberapa pihak yang justru menolak sejarah tersebut dan beranggapan bahwa telah terjadinya konspirasi terkait sejarah tentang orang yang pertama kali berhasil mengunjungi bulan.[4]

       Selain manfaat alamiah yang diberikan atau dihasilkan oleh satelit bumi tersebut, bulan juga  memiliki kandungan sumber daya alam yang amat sangat banyak.  Contoh sumber daya alam yang dihasilkan atau yang dapat diperoleh di bulan seperti misalnya emas, logam, tanah jarang, helium-3, platinum dan air.[5] Oleh karena kandungan sumber daya alam yang dimiliki oleh bulan tersebut amat sangat melimpah ruah, bulan ditargetkan atau diincar oleh beberapa negara untuk sebagai destinasi atau tujuan sarana “pengeraup keuntungan” mereka atau sebagai cadangan penghasil keuangan ketika cadangan sumber daya alam di bumi telah kurang atau bahkan habis jumlahnya sehingga tidak bisa dikelola lagi. Oleh karena itu banyak investor dari tiap-tiap negara untuk membujuk negaranya untuk mengambil langkah perizinan melakukan eksploitasi sumber daya alam yang ada di bulan.[6]

       Demi mencegah terjadinya pengklaiman sepihak oleh negara-negara di dunia baik itu secara okupasi dan sebagainya terhadap benda-benda yang ada di antariksa maka dengan itu pada tahun 1979 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuat suatu perjanjian internasional tentang kegiatan negara baik itu di bulan maupun di bagian antariksa lainnya dimana hakikat atau dasar dari benda yang ada di antariksa itu memiliki arti untuk digunakan secara damai.[7]

       Oleh karena itu diciptakanlah suatu perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh beberapa negara untuk menegakkan hukum internasional di dalam perjanjian tersebut. Berdasarkan itu, di dalam artikel ilmiah ini akan dianalis terkait bentuk legalisasi hukum internasional tersebut yakni tentang Hukum Internasional Tentang Antariksa, terkusus tentang Traktat Bulan 1979.

METODE PENELITIAN

     Argumentasi serta data yang dipaparkan pada artikel ini menggunakan metode studi kualitatif, yakni dengan menggunakan berbagai sumber yang ada misalnya melalui jurnal, buku daring, artikel dan masih banyak sumber lainnya yang berhubungan dengan pembahasan pada artikel ini khususnya pada pembahasan mengukur ataupun menguji bentuk legalisasi di dalam perjanjian internasional pada studi kasus Traktar Bulan 1979.  

     Tujuan utama penggunaan metode studi atau pengambilan data pada artikel ini secara kualitatif adalah agar pembaca dapat dengan jelas mengakses data dan juga argumentasi yang dipaparkan secara mudah, murah, dan efisien dan tentunya sesuai fakta yang ada karena kemudahan akses informasi yang tidak terbatas di era teknologi tepatnya revolusi Industri 4.0.

       Pada artikel ini akan dipaparkan analisis terkait pengujian legalisasi hukum internasional atau perjanjian internasional tentang antariksa terkhusus Traktat Bulan 1979.

PEMBAHASAN

       Di dalam perjanjian internasional yang melibatkan unsur hukum internasional di dalamnya, terdapat bentuk legalisasi hukum internasional tersebut. Berdasarkan fakta di lapangan, banyak yang memiliki pandangan bahwasanya hukum internasional itu tidak memiliki aturan dan sanksi-sanksi yang kuat perihal penegakkan hukum internasional di dalam pengaplikasiannya sehari-hari bila dibandingkan hukum nasional yang memiliki aturan dan sanksi-sanksi yang tegas dalam metode pengaplikasiannya.

       Menurut anggapan di dalam teori legalisasi hukum internasional, yang mempengaruhi kebijakan atau keefektifan dari hukum internasional itu sendiri dari dua faktor. Faktor yang membuat pengaruh terhadap hukum internasional itu sendiri adalah hukum dan politik.[8]

       Menurut beberapa tanggapan perihal pandangannya terhadap hukum Internasional yang dianggap bukanlah suatu produk hukum yang nyata mengingat pada beberapa kejadian yang terjadi pada konteks atau cakupan internasional justru hukum internasional tidak terlibat dalam proses penegakkannya yang seolah-olah lebih mengedepankan aturan-aturan kepentingan dari negara yang terlibat di dalam pembuatan aturan tersebut. Sebut saja contohnya misalnya masalah hukum internasional sebagai konflik ekonomi antara pihak negara yang berkembang dan juga negara maju dimana ada beberapa kasus yang lebih menguntungkan negara maju yang secara aspek teknologi, pendidikan, modal dan lain sebagainya yang secara mutlak unggul dan dimiliki oleh negara maju dibandingkan negara yang berkembang.[9]

       Dalam konteks hukum internasional, konsep aturan dasar dari legalisasi hukum internasional ini dinilai sebagi suatu sistem politik yang mana hal tersebut identik dengan kepentingan akan tetapi dibungkus dengan syarat atau aturan-aturan yang sifatnya seharusnya mengikat bagi pihak yang terlibat dalam proses pembuatannya.[10] 

       Konsep dasar dari legalisasi di dalam hukum internasional memiliki 3 aturan yang mendasar atau harus memenuhi unsur kewajiban di dalamnya seperti adanya kewajiban (obligation), delegasi (delegation), dan ketepatan (precision).[11] Dari 3 konsep atau kewajiban mendasar di dalam unsur-unsur kewajiban hukum internasional tersebut dapat dinilai apakah produk hukum internasional tersebut dapat dinilai lebih dominan antara aturan dari hukum internasional itu sendiri, atau ada unsur kepentingan di dalamnya dimana dari 2 hal tersebut teciptanya suatu konsep dasar hukum yaitu hukum lunak (soft law) dan juga hukum keras/ketat (hard law).

Pembagian Di Dalam Konsep Legalisasi Pada Hukum Internasional

       Seperti pada pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, hukum internasional mempunyai aturan ataupun unsur yang bersifat mendasar di dalam perjanjian internasional. Legalisasi digunakan sebagai cara untuk mempertimbangkan bentuk atau sifat dari perjanjian internasional.[12] Sebagai analogi sederhana, konsep legalisasi ini adalah sebagai suatu cara atau upaya yang berfungsi dalam pembentukan sarana dalam hukum internasional yang sifatnya sebagai perwakilan dalam bentuk institutionalisasi (resmi), yang bertindak sebagai pihak yang terlibat di dalam proses pembuatan hukum internasional maupun sebagai tugas yang diberikan wewenang untuk mengawasi pelaksanaan hukum internasional itu sendiri.[13]

       Dari hal tersebut, terbagilah menjadi 3 bagian dasar (seperti di penjelasan sebelumnya) yang mana pada bagian ini akan dijelaskan melalui metode deskripsi. Adapun 3 aturan atau sifat yang menentukan keketatan hukum internasional terbagi ke dalam 3 bagian, yakni:[14]

a.    Obligation (Kewajiban)

Pada bagian ini di dalam perjanjian internasional terdapat suatu produk hukum internasional dimana salah satu karakteristiknya yaitu terdapat kewajiban berupa sekumpulan aturan yang tugasnya mengikat tingkah laku maupun tindakan aktor atau subjek yang terlibat di dalam hukum internasional.

b.    Delegation (Pendelegasian)

       Dalam hal proses pembuatan perjanjian internasional tersebut, diperlukan pihak-pihak yang ditugas untuk membuat aturan-aturan bisa berupa bentuk negosiasi dalam proses pembentukan hukum atau kesepakatan dengan pihak lain ataupun pihak yang mengawasi proses pelaksanaan hukum internasional kepada yang terlibat pada proses pembuatan kesepakatan.

c.    Precision (Presisi/ketepatan)

       Dalam konsep presisi ini atau ketepatan dimaksudkan pada unsur hukum internasional ini tidak menggandung multi interpretasi dalam mendefinisikan aturan tersebut yang mengakibatkan sifat atau bentuk tersebut bersifat ambigu

atau ketidakjelasan. Dimana dengan kata lain, pada salah satu contoh sifat dari hukum internasional itu bersifat jelas dan tidak ambigu.

       Konsep pengelompokan suatu aturan di dalam hukum internasional yang sifat hukumnya rendah (soft legalisation) memiliki sifat atau aspek-aspek seperti apabila ketiga unsur tersebut tidak ada atau aspek-aspeknya rendah maka dikategorikan sebagai bentuk produk hukum internasional yang sifat hukumnya rendah sedangkan jika memiliki beberapa unsur (ketiganya) atau mungkin beberapa unsur atau aspek yang tinggi atau dominan seperti obligasi dan delegasinya tinggi maka sifat dari hukum internasional tersebut hard legalisation (hukum yang bersifat keras/ketat).[15]

Analisis Bentuk Legalisasi Hukum Internasional Dalam Kasus Traktat Bulan (The Moon Treaty 1979)

       Akhir-akhir ini isu untuk melakukan pertambangan oleh Amerika Serikat mulai menyeruak di permukaan. Alasan utamanya adalah untuk menjadikan bulan sebagai “SPBU” luar angkasa[16] yang tugasnya sebagai tempat penyedia bahan bakar bagi roket-roket atau pesawat luar angkasa yang ingin melakukan penjelajahan di antarksa. Hal ini dikuatkan dengan perintah dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump untuk segera melaksanakan pertambangan di bulan dikarenakan bulan memiliki bahan tambang dan mineral yang amat sangat luar biasa jumlahnya. Dalam konteks ini, Amerika Serikat bersikeras bahwasanya Amerika Serikat tidak pernah menyetujui atau meratifikasi Perjanjian Bulan (The Moon Treaty 1979).[17] Konsep perjanjian bulan (The Moon Treaty) ini berhubungan erat dengan traktat antariksa 1967.

       Oleh karena itu, tujuan artikel ini ingin menentukan karakteristik jenis hukum internasional dalam kasus traktat bulan 1979. Ada unsur-unsur yang dapat dijadikan sebagai indikator dalam penentuan bentuk legalisasi hukum ini apakah bersifat hard law maupun soft law.

a.    Obligasi Traktat Bulan

Di dalam suatu bentuk atau karakteristik di dalam hukum internasional dimana pada konteks hukum itu terdapat suatu kewajiban yang harus dilakukan atau ditaati bagi para aktor atau subjek di dalam perjanjian tersebut bagi yang telah meratifikasi perjanjian internasional tersebut.

Banyak ahli yang menilai kewajiban atau aturan yang ada di perjanjian bulan dinilai tidak perlu atau berlebihan, akan tetapi banyak juga pihak yang menyatakan setuju dengan aturan-aturannya dengan alasan sebagai bahan pertimbangan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. [18]

Dalam beberapa aturan yang menjelaskan tentang larangan penambangan bulan di luar angkasa telah ada pada pasal 7 pada traktat bulan dimana bunyinya “Article 7 prohibits disruption of the existing balance of the environment, and mandates taking precautions against same, requiring the parties to inform the U.N. Secretary-General of what precautions were taken prior to engaging in space activity[19] yang mana artinya adalah “pada pasal 7 melarang gangguan keseimbangan yang ada, dan mandat mengambil tindakan pencegahan terhadap hal yang sama yang memberikan ketentuan bahwasanya pihak yang ingin melakukan aktivitas luar angkasa terutama dibulan harus meminta izin terlebih dahulu ke sekertaris umum United Nations atau mungkin lembaga yang berhak di dalam perjanjian tersebut (dalam hal ini PBB).  Selanjutya pada pasal 11 juga berbunyi “Article 11 provides that the Moon and its natural resources are the "Common Heritage of Man," which cannot be appropriated or owned, and also that all State Parties have exploration rights on the Moon” yang mana memiliki arti Bulan dan sumber daya alamnya adalah warisan bersama manusia, yang tidak dapat diambil atau dimiliki, dan juga bahwa semua pihak negara memiliki hak untuk mengeksplorasi atas bulan. [20] Dalam maksud pasal 11 ini jelas bahwasanya negara manapun dilarang untuk melakukan pengambilan bahan tambang yang ada di bulan terkecuali dibentuk suatu rezim internasional untuk mengeksploitasi bulan. Dalam konteks ini, bisa dikategorikan bahwa hukum  ini seharusnya bersifat mengikat bagi negara yang terlibat bagi yang telah meratifikasi perjanjian ini.

Menurut pendapat oleh beberapa ahli Indonesia, perjanjian ini dinilai sarat kepentingan pada pasal-pasal yang ada di dalamnya. Indonesia dalam konteks ini sebagai negara berkembang merasakan ketertinggalannya di dalam hal teknologi untuk mengeksplorasi serta mengeksploitasi bulan.[21] Argumentasi dari penulis juga mengiyakan pendapat dari ahli tersebut dalam hal ini untuk mengatakan bahwasanya kebijakan atau perjanjian internasional ini sarat akan kepentingan bagi negara maju dan sebagai “batu sandungan” bagi negara yang sedang berkembang. Pada perjanjian ini,beberapa negara berkembang yang memiliki kemampuan teknologi yang masih sangat minim menyetujui traktat ini dan meratifikasinya, namun berbeda halnya dengan negara besar yang memiliki teknologi yang super canggih justru tidak menandatangani perjanjian ini seperti Cina dan juga Amerika Serikat. Sebagai bukti baru-baru ini Amerika Serikat yang tidak menandatangani perjanjian ini melalui Presiden mereka (Donald Trump) justru ingin melakukan penambangan bulan dengan dalih mereka tidak menandatangani perjanjian tersebut sehingga mereka tidak terikat dengan aturan-aturan yang terlibat di dalam traktat bulan tersebut. Berdasarkan fakta tersebut, dapat dilihat bahwasanya traktat bulan ini memiliki aturan yang jelas akan tetapi tidak diimbangi dengan sanksi yang tegas pula.

b. Delegasi Traktat Bulan

Di dalam konsep atau unsur pendelegasian pada traktat bulan dinilai tidak secara eksplisit memamparkan tentang aturan ataupun kebijakan yang mengatur pihak ketiga dalam ini bertugas sebagai utusan terkait pihak yang dilibatkan untuk menjadi aktor dalam melakukan perundingan di dalam proses pembuatan perjanjian internasional ataupun segala aturan yang diberikan untuk menerapkan ataupun mengawasi kebijakan tersebut. Oleh karena itu, unsur pendelegasian pada traktat bulan dinilai minim bahkan tidak jelas dalam penerapannya secara utuh maupun parsial.

C. Presisi Traktat Bulan

     Dalam konteks presisi adalah suatu unsur hukum internasional yang mana terdapat aturan di dalam perjanjian internasional yang aturan tersebut tidak memunculkan interpretasi yang berbeda bagi pihak yang melakukan persetujuan atau perundingan di dalamnya. Pada konteks perjanjian atau traktat bulan ini, dinilai pasal-pasal atau aturan yang terdapat di dalamnya dinilai tidak memiliki multi-pendefinisian sehingga dalam hal ini jelas bahwasanya traktat bulan ini memenuhi unsur presisi di dalam menentukan karakteristik atau bentuk hukum internasional. Pada pasal-pasal yang terdapat pada traktat ini sangat jelas aturan bagi pihak yang menyetujui perjanjian ini dimana negara yang menyetujuinya sepakat untuk tidak melakukan penambangan ataupun melakukan aktivitas yang dampaknya dapat merusak lingkungan  yang ada di bulan  terkecuali membentuk suatu rezim internasional khusus untuk melalukan kegiatan eksploitasi terhadap bulan dan menjadikan bulan sebagai objek perdamaian karena sifatnya yang bersifat netral atau tidak dimiliki oleh suatu negara manapun.

Kesimpulan

     Kesimpulan yang dapat diambil pada artikel ini bahwasanya bentuk legalisasi pada traktat bulan ini merupakan legalisasi moderat law mendekati hard law, karena dalam hal ini memenuhi beberapa unsur atau karakteristik yang jelas tetapi tidak dilengkapi dengan beberapa faktor seperti tidak adanya penghukuman untuk negara yang melanggar aturan dan tidak terdapatnya pendelegasian yang jelas, akan tetapi pada poin aturannya sudah sangat jelas dan tidak terjadi keambiguan sehingga dapat dikategorikan sebagai legalisasi hukum yang bersifat moderat mendekati hard law, meskipun ada beberapa masalah atau isu yang menguntungkan bagi negara maju yang tidak melakukan penandatanganan perjanjian ini yang memang dinilai perjanjian ini memiliki latar belakang pembuatan yang mengandung intrik akan sarat kepentingan bagi negara maju katakanlah seperti Amerika Serikat yang justru informasi terbaru akan melakukan kegiatan pertambangan di bulan berbeda halnya dengan negara yang berkembang yang “terlanjur” meratifikasi perjanjian internasional tersebut yang memiliki teknologi yang terbatas dan bahkan tidak mampu untuk hanya sekadar mengeksplorasi dan bahkan mengekspoloitasi ruang angkasa seperti misalnya melakukan penambangan di bulan. Tapi walau bagaimanapun, traktar bulan ini merupakan suatu produk hukum internasional yang secara teknis bersifat sah dan memiliki kelegalan yang sah pula karena telah ditandatangani oleh beberapa negara yang terlibat.[22]

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsalam, Husein. “Impian Menambang Bulan Dan Asteroid.” tirto.id, 2018. https://tirto.id/impian-menambang-bulan-dan-asteroid-cDe6%0A%0A.

Alfian, Heri. “HUKUM INTERNASIONAL: TEORI LEGALISASI BENTUK LEGALISASI DAN EFEKTIFITAS HUKUM INTERNASIONAL STUDI KASUS LEGALISASI COMMON EFFECTIVE PREFERENTIAL TARIFF.” alfianheri.blogspot.com, 2009. http://alfianheri.blogspot.com/2009/11/bentuk-legalisasi-dan-efektifitas-hukum.html.

Anonim. “Ratifikasi Traktat Antariksa 1976 Bagaikan Buah Simalakama.” hukumonline.com, 2002. https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol5151/ratifikasi-traktat-antariksa-1976-bagaikan-buah-simalakama

Dehotman, Fasko. “Tahukah Anda Peran Bulan Bagi Bumi ? Berikut Penjelasan Fungsinya.” Jabar.Tribunnews.Com. August 8, 2017. https://jabar.tribunnews.com/2017/08/08/tahukah-anda-peran-bulan-bagi-bumi-berikut-penjelasan-fungsinya?page=2.

Fajrina, Hani Nur. “Mengenal Penjelajah Bulan Pertama Untuk Misi Apollo 11 NASA.” uzone.id, 2019. https://uzone.id/-Mengenal-Penjelajah-Bulan-Pertama-untuk-Misi-Apollo-11-NASA.

Firdausya, Ihfa. “Mengenang Jejak Manusia Pertama Di Bulan.” mediaindonesia.com, 2019. https://mediaindonesia.com/read/detail/247449-mengenang-jejak-manusia-pertama-di-bulan.

Hananto, Akhyari. “Dan Akhirnya, Bulan Akan Ditambang.” mongabay.co.id, 2020. https://www.mongabay.co.id/2020/04/19/dan-akhirnya-bulan-akan-ditambang/.

Listner, Michael. “The Moon Treaty: Failed International Law or Waiting in the Shadows?” thespacereview.com, 2011. https://www.thespacereview.com/article/1954/1.

Mardianis. “‘HARD LAW’ DAN ‘SOFT LAW’ DALAM HUKUM INTERNASIONAL.” studylibid.com, n.d. https://studylibid.com/doc/382622/“hard-law”-dan-“soft-law”-dalam-hukum-internasional.

Mugasejati, Nanang Pamuji. “Konsep Legalisasi Dalam Politik Kerjasama Internasional.” Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik 2010 (2006). http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=594970&val=8864&title=Konsep Legalisasi dalam Politik Kerjasama Internasional.

Prihatna, Hermanus. “Donald Trump Tanda Tangani Perintah Penambangan Bulan Di Tengah Pandemi COVID-19.” pikiran-rakyat.com, 2020. Donald Trump Tanda Tangani Perintah Penambangan Bulan di Tengah Pandemi COVID-19.

Welianto, Ari. “Bulan, Satelit Alami Bumi.” Kompas.Com, February 21, 2020. https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/21/140000169/bulan-satelit-alami-bumi?page=all.

Wilson, James R. “Regulation of the Outer Space Environment Through International Accord: The 1979 Moon Treaty.” ir.lawnet.fordam.edu, 2011. https://ir.lawnet.fordham.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1325&context=elr.

 

 



[1] Muhammad Reyhan Alamsyah_Absensi 21_ Hukum Internasional A_Hubungan Internasional_1901111662_ FISIP UNRI

[2]Jabar.tribunnews.com, “Tahukah Anda Peran Bulan bagi Bumi ? Berikut Penjelasan Fungsinya”, Diakses melalui, https://jabar.tribunnews.com/2017/08/08/tahukah-anda-peran-bulan-bagi-bumi-berikut-penjelasan-fungsinya?page=2, Pada tanggal 15 April 2020 Pukul 22.26 WIB.

[3] Mediaindonesia.com, “Mengenang Jejak Manusia Pertama di Bulan”, diakses melalui https://mediaindonesia.com/read/detail/247449-mengenang-jejak-manusia-pertama-di-bulan, Pada 15 April 2020 Pukul 22.46 WIB.

[4] bbc.com, “Bulan: Bukti foto mematahkan teori konspirasi pendaratan Apollo 11, 50 tahun lalu”, diakses melalui https://www.bbc.com/indonesia/majalah-49003536, Pada tanggal  15 April 2020 Pukul 22.50 WIB

[5] Tirto.id, “Impian Menambang Bulan dan Asteroid”, diakses melalui  https://tirto.id/impian-menambang-bulan-dan-asteroid-cDe6, pada tanggal 15 April 2020 Pukul 23.03 WIB

[6] Bbc.com, Op.Cit

[7] Ibid.

[8]Anita Afriani dalam neliti.com, “Analisis Bentuk Legalisasi Konvensi Jenewa 1949 Tentang Perlindungan Korban Dalam Konflik Bersenjata Internasional”, diakses melalui ,https://www.neliti.com/publications/99423/analisis-bentuk-legalisasi-konvensi-jenewa-1949-tentang-perlindungan-korban-dala, Pada Tanggal 16 April 2020 Pukul 08.36 WIB

[9]Hukumonline.com, “ Hukum Internasional dalam Konflik Kepentingan Ekonomi (I)”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol4301/hukum-internasional-dalam-konflik-kepentingan-ekonomi--i/ diakses pada tanggal 16 April 2020 Pukul 09 47 WIB

[10]Nanang Pamuji Mugasejati, “ Konsep Legalisasi dalam Politik Kerjasama Internasional”, diakses melalui http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=594970&val=8864&title=Konsep%20Legalisasi%20dalam%20Politik%20Kerjasama%20Internasional, Pada Tanggal  20 April 2020 Pukul 12.45 WIB.

[11] Ibid, h. 132.

[12] Anita Afriani, Op.Cit, hlm, 4

[13] Ibid, 5

[14]Heri Alfian, “Hukum Internasional: Teori Legalisasi Bentuk Legalisasi Dan Efektifitas Hukum Internasional Studi Kasus Legalisasi Common Effective Preferential Tariff” diakses melalui  

http://alfianheri.blogspot.com/2009/11/bentuk-legalisasi-dan-efektifitas-hukum.html, Pada Tanggal 20 April 2020 pukul 13.09 WIB

[15] Ibid

[16]Mongabay.co.id, “ Dan Akhirnya, Bulan akan Ditambang”, https://www.mongabay.co.id/2020/04/19/dan-akhirnya-bulan-akan-ditambang/ Diakses Pada Tanggal 20 April 2020 Pukul 14.37 WIB

[17] Pikiranrakyat.com, ‘Donald Trump Tanda Tangani Perintah Penambangan Bulan di Tengah Pandemi COVID-19”, diakses melalui https://www.pikiran-rakyat.com/internasional/pr-01362601/donald-trump-tanda-tangani-perintah-penambangan-bulan-di-tengah-pandemi-covid-19?page=2, hlm, 2, Pada Tanggal 20 April 2020 Pukul 14.41 WIB.

[18] Ir.lawnet.fordham.edu, “Regulation of the Outer Space Environment Through international Accord: The 1979 Moon Treaty” https://ir.lawnet.fordham.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1325&context=elr, hlmn, 179, Pada Tanggal 20 April 2020 Pukul 15.20 WIB

[19] Ibid, hlm, 180

[20] Ibid, hlm,181

[21]Hukumonline.com, “Ratifikasi Traktat Antariksa 1976 Bagaikan Buah Simalakama”, diakses melalui https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol5151/ratifikasi-traktat-antariksa-1976-bagaikan-buah-simalakama%20diakses%20pada%20tanggal%2018-10-2016, Pada tanggal 20 April 2020 Pukul 15.55 WIB

[22] Thespacereview, “The Moon Treaty: failed international law or waiting in the shadows?“,  Diakses melalui https://www.thespacereview.com/article/1954/1, Pada Tanggal 20 April 2020 Pukul 17.07 WIB

Comments

Popular posts from this blog

Macam-Macam Polimer Serta Kelebihan dan Kekurangannya Dalam Kehidupan Sehari-hari

Senja Tak Bertuan

Dan Bila